Dalam Kenakalan Anak Ada Kecerdasan


Sebagian orang tua masih menganggap anak yang aktif bergerak adalah anak yang nakal. Berlari kesana-kemari yang terkadang membuat repot orang tuanya. Masa Anak-anak merupakan masa yang paling peka dan penting dalam kehidupannya. Pada saat itulah kepribadian dan karakter seorang individu terbentuk.

Diusia awal tiga tahun pertama keterlibatan dan peranan orang tua sangat dibutuhkan. ada usia ini mulai terbentuk moral dan karakter sosial. Orang tua yang bijak akan segera sadar serta bertanggung jawab untuk peduli terhadap pendidikan dan stimulus tumbuh kembang anaknya.

Sikap ketidakpedulian orang tua terhadap anak sering memunculkan berbagai masalah yang pelik dalam keluarga. Istilah "anak nakal" sebenarnya muncul disebabkan oleh orang tua itu sendiri. Anak-anak usia balita belum mampu berpikir panjang dan tidak bisa diam.

Kenakalan pada anak merupakan tahapan yang harus dilewati untuk mengalami dan memahami lebih banyak tentang kehidupan. Kenakalan eksploratif adalah  yang berhubungan dengan proses anak dalam mengeksplorasi potensinya untuk mempelajari sesuatu. Kenakalan semacam ini mampu memunculkan potensi akal dalam diri anak.

Kenakalan tidak selalu harus dihentikan, perlu pemahaman yang cukup untuk membedakan kenakalan yang wajar dan perlu diarahkan. Kenakalan juga bisa menjadi ungkapan "protes" anak terhadap guru dan orang tua.

Menghadapi anak-anak semacam ini, penting memberikan penjelasan dan komunikasi yang masuk akal untuk mengarahkan perilaku mereka. Orang tua perlu memberikan kesempatan pada anak untuk menyalurkan energi berlebih melalui aktivitas yang positif.

Menurut pendapat Pakar Perkembangan Anak dan Play Therapist, Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M.Si, “Pada anak usia balita, istilah “nakal” sebenarnya tidak tepat. Sebab, anak-anak ini belum mampu berpikir panjang, tidak bisa diam, ingin tahu bermacam-macam hal yang kadang membahayakan, tidak bisa dilarang, tanpa tahu apa akibat yang bisa ditimbulkan. 

Sehingga, anak lalu sering dicap “nakal”. Sebenarnya kenakalan dalam diri anak merupakan tahapan yang harus dilewati dikarenakan  kenakalan pada anak menjadikannya lebih banyak mengalami, mampu merasakan kesedihan dan kegembiraan serta menjadikannya mengetahui apa yang harus dilakukan.

Kurang sabar dan ketidakberdayaan orang tua dalam menghadapi permasalahan terutama identifikasi permasalahan anak serta menjadi penyebab utama anak menjadi nakal. Kenakalan anak seharusnya tidak menjadikan orang tua susah, selama kenakalan itu tidak membahayakan diri anak dan kenakalan yang wajar. 

Kenakalan ini biasanya disebut dengan kenakalan eksploratif. Kenakalan eksploratif adalah kenakalan yang berhubungan dengan proses seorang anak dalam menuangkan dan mengeksplorasi potensinya untuk mempelajari sesuatu. Biasanya kenakalan ini muncul dalam perilaku psikomotor anak (motorik halus dan motorik kasar).

Kenakalan semacam ini mampu memunculkan sebuah potensi banyak akal dalam diri anak. Dengan banyaknya akal yang dimiliki serta tidak terwadahi dengan baik, dan kurangnya komunikatif / hubungan baik antara orang tua dan anak maka timbul permasalahan yang kompleks diantaranya: corat coret tembok, menyobek buku dan kertas, merusak mainan, naik turun kursi, dan menyiksa binatang. 

Adapun yang dinamakan kenakalan semu ialah kenakalan yang memiliki wujud minta gendong, tidak mau berbagi, suka menggigit dan memukul, serta sikap egois. Sementara itu, kenakalan habitual berbentuk perkataan jorok, sikap suka membantah, kecanduan televisi, kesukaan merengek, dan kesukaan untuk jajan.

Dari pembagian di atas nampak bahwa tidak semua perilaku anak yang menjengkelkan hati dapat digolongkan sebagai kenakalan sehingga perlu ”dihentikan”. Perlu pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk memilah dan membedakan kenakalan agar solusi yang diadakan tepat dan justru tidak mematikan potensi anak. 

Bisa jadi apa yang disebut kenakalan hanyalah salah satu cara anak untuk belajar tentang suatu hal atau merupakan bentuk mengasah kecerdasan yang dimiliki. Kenakalan dapat pula menjadi ungkapan ”protes” mereka terhadap para guru dan orang tua. Karenanya dalam melihat ”kenakalan” anak, perlu pemikiran jernih apakah anak yang semakin nakal ataukah orang tua yang semakin tidak sabar. 

Misalkan, ada sebuah kejadian “seorang anak TK yang berusaha mau menangkap belalang di teras pembatas tembok sekolah lantai dua. Dengan sekuat tenaga ia gunakan akalnya untuk berpikir bagaimana caranya ia bisa mendapat binatang itu. Akhirnya tanpa sepengetahuan dan izin guru, ia naik tembok pembatas dan belum sampai turun ke bawah si anak ketahuan oleh gurunya. 

Ketika meilhat hal tersebut apakah kita langsung marah dan seketika melebeli anak tersebut dengan “anak nakal” atau kita berusaha berkomunikasi dan menanyakan tindakannya sekaligus meluruskan permasalahan dengan memberi penjelasan sikapnya yang membahayakan diri sendiri. 

Menghadapi anak-anak semacam ini, memberikan alasan yang masuk akal kenapa perilakunya tidak dibenarkan, kenapa keinginannya tidak bisa dipenuhi. Adapun kenakalan anak yang aktif geraknya orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak menyalurkan energinya yang berlebih. Bukan menghambat atau malah melabeli anak "nakal".






Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Stimulasi Dasar yang Harus dimiliki Orang Tua

Kesehatan Mental: Realitas yang Sering Dikaburkan