Ngontenin Anak Tidak Bisa Sembarangan




Perkembangan teknologi semakin hari semakin canggih. Manusia juga menyadari kemudahan ini untuk memenuhi kebutuhan tersiernya. Dan tak hanya tersier bahkan jadi premier. Karena dalam teknologi internet kita bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Dengan cara membuat konten, tidak hanya konten untuk orang dewasa bahkan anak dan bayi pun ikut dilibatkan.



Posting tidak memperlihatkan wajah


Anak-anak memang menggemaskan. Tak heran kalau orang tua gemar membagikan video dan foto anak-anak mereka di Instagram, TikTok, Facebook medsos lainnya. fenomena yang dikenal dengan nama sharenting. Tapi, tren ini juga mengundang pandangan lain, orang tua tak seharusnya dengan enteng ngontenin anak mereka. Ada serenteng dampak gawat yang perlu mereka cermati.

Akhir-akhir ini ada pemberitaan tentang anak artis yang tantrum karena seringnya di buat konten oleh orang tuanya. Menjadi perbincangan hangat, bagaimanapun pendapat kita tentang over sharing dan ngontenin anak di sosial media?

bagaimana si anak sampai tantrum dan mengamuk karena lelah jadi sorotan. Masih terngiang-ngiang di telinga saya kalau dia bahkan tidak mau jadi orang terkenal. Apakah semelelahkan itu, anak artis itu?

Dari sana saya belajar untuk tidak terlalu sering meng-ekspose anak saya. Saya jadi berkali-kali meninjau apakah benar yang sudah saya lakukan dengan anak mengingat jejak digital terkadang bisa menjadi sangat kejam.

Karena dulu pernah, akun Facebook kena hack dan akun sudah tidak bisa dikembalikan lagi. Dan akhirnya akun disalah gunakan untuk penipuan. Sedangkan ada beberapa foto saya dan anak saya dalam akun sosial media yang sempat di share ulang oleh hacker seolah-olah akun itu benar saya yang masih pegang. Dan akhirnya ada korban penipuan dengan berkedok membeli handphone untuk penjualannya di donasikan.

Kembali lagi anak untuk konten, Sederhananya begini. Kenapa kita sendiri menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memilih foto mana yang bagus dibagikan di laman media sosial? padahal satu gambar di medsos bukan bahan untuk menghakimi seorang anak?

Jangan hanya banyaknya viewers dan popularitas serta cuan saya tetapi banyak hal lain yang orang tua perlu pahami sebelum klik tombol share.

Dampak Panjang Anak Dijadikan Objek Konten


1. Anak adalah si peniru ulung, ketika anak diberikan contoh yang baik seperti orang tua memahat di atas batu. terpatri kuat tidak bisa dirubah, tidak seperti melukis diatas air hanya sekejap saja hilang. begitu juga dengan input hal positif akan menghasilkan output yang baik juga. miris sekali ketika ibu-ibu bernyanyi-nyanyi, berusaha menghayati lagu-lagu yan di dendangkan, dengan gerakan tangan dan anggota tubuh lain beradu tampak kompak bersama si anak. menjadi pemandangan sehari-hari di laman sosial media sekarang. tak jarang menimbulkan komentar negatif dengan konten-konten seperti ini. Yang menyebabkan anak dibully yang bisa menimbulkan dampak psikologis untuk anak.


2. Konten prank, yang membuat orang merasa dibohongi dan hilang kepercayaan. yang ditakutkan karena seringnya membuat konten prank tidak akan ada yang mempercayaii ketika benar-benar di hadspkan dengan masa sulit. karena rasa empati berubah jadi sindiran "paling konten?"


3. Jejak digital, memperhatikan hak-hak anak dengan tidak over sharing hal-hal yang bersifat privasi. Terkadang ada yang share data diri anak,tempat tanggal lahir dll yang tidak ketahui jika ada yang menyalahgunakan data tersebut untuk kejahatan misalnya.


4. Over sharing yang berlebihan tidak membuat semua orang suka, timbul iri, dengi dan sifat hasat yang menimbulkan masalah. Dalam sisi agama Islam memandang ketika anak mudah terkena 'Ain. 'Ain adalah mata jahat, keyakinan bahwa seseorang dapat membahayakan atau menyihir orang lain hanya melihat korbannya. Dalam sebuah hadis dijelaskan:


Imam Muslim dalam riwayatnya yang lain menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:


العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين


"Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh 'ain itu yang bisa." (HR. Muslim No. 2188).


Allah SWT juga telah menjelaskan penyakit ain lewat firman-Nya pada QS. Al Falaq. Meskipun surat tersebut tidak mendefinisikan secara gamblang arti ain, namun Allah memberikan pemahaman dan cara menghindari penyakit dengki tersebut.


قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلْفَلَقِ (1) مِن شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِن شَرِّ ٱلنَّفَّٰثَٰتِ فِى ٱلْعُقَدِ (4)وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)


Artinya: "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS. Al Falaq: 1-5


Untuk itu ketika kita berbagi hal-hal yang di rasa membuat orang berdecak kagum atau mungkin membuat iri hati seseorang. Jangan lupa menyematkan kata-kata "MasyaALLOH tabarokALLOH" disetiap postingan misal caption foto anak kita. MasyaALLOH tabarokALLOH Artinya: "Apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi. Maha suci Allah,"


Diceritakan oleh oleh Abd-Allah ibn 'Amir ibn Rabee'ah, Rasulullah SAW bersabda,

إذا رأى أحدكم من نفسه و أخيه ما يعجبه فليدع بالبركة فإن العين حق

Artinya: "Jika salah satu dari kalian melihat pada diri saudaranya sesuatu hal yang menakjubkan, maka doakanlah keberkahan untuknya, karena mata 'ain itu nyata," (HR Al Hakim).

Untuk itu orang tua harus paham dulu hak-hak digital anak. Mengerti batasan, jangan asal posting dan menghargai hak-hak anak agar kenyamanan bersosial media tetap terjaga tanpa merasa dirugikan. Dan tidak berdampak negatif bagi anak dan orang tua

Komentar

  1. Ini yang ditakutkan kalau posting foto atau video anak, tentang penyakit ain. Kalau solusinya sih, mandi dengan air bekas wudhu orang yang ain sama anak tersebut. Tapi, kalau di media sosial, kita 'kan tidak tahu, siapa yang bikin ain tadi. Sampai sekarang, saya sangat jarang memposting foto anak. Pernah dulu sekali, tapi pakai masker atau bukan kena muka langsung. Takut mereka kena ain, hiiii...

    BalasHapus
  2. Iya betul sekali mas, sejak saat itu jarang sekali posting foto yang memperlihatkan wajah anak.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalam Kenakalan Anak Ada Kecerdasan

3 Stimulasi Dasar yang Harus dimiliki Orang Tua

Kesehatan Mental: Realitas yang Sering Dikaburkan